PERMENKES NO.80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPI
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 80 TAHUN 2013
TENTANG
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. Bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001
tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebijakan
tenaga kesehatan;
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapis;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116 Tambaran Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
Peraturan ...
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
517/Menkes/SK/VI/2008 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi di Sarana
Kesehatan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
778/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana
Kesehatan;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/VIII/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 741) ;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
977);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2013 tentang
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 1320)
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN
PRAKTIK FISIOTERAPIS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Fisioterapis adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan
fisioterapi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak
dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan
mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
4. Surat Tanda Registrasi Fisioterapis yang selanjutnya disingkat
STRF adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada Fisioterapis
yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Surat Izin Praktik Fisioterapis yang selanjutnya disingkat SIPF
adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik pelayanan
Fisioterapi secara mandiri dan/atau pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
6. Surat Izin Kerja Fisioterapis yang selanjutnya disingkat SIKF
adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan
Fisioterapi pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
7. Standar Profesi Fisioterapis adalah batasan kemampuan minimal
yang harus dimiliki/dikuasai oleh Fisioterapis untuk dapat melaksanakan
pekerjaan dan praktik pelayanan fisioterapi secara profesional yang diatur oleh
Organisasi Profesi.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.
9. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat
MTKI adalah lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan.
10. Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi yang selanjutnya disingkat
MTKP adalah lembaga yang membantu pelaksanaan tugas MTKI.
11. Organisasi Profesi adalah Ikatan Fisioterapis Indonesia.
Pasal 2
Dalam Peraturan Menteri ini diatur segala sesuatu yang berkaitan
dengan tindakan yang harus dilaksanakan oleh Fisioterapis dalam melaksanakan
pekerjaan dan praktik Pelayanan Fisioterapi.
BAB II
PERIZINAN
Bagian Kesatu
Kualifikasi Fisioterapis
Pasal 3
(1) Berdasarkan pendidikannya Fisioterapis dikualifikasikan sebagai
berikut:
a. Fisioterapis Ahli Madya;
b. Fisioterapis Sarjana Sains Terapan;
c. Fisioterapis Profesi; dan
d. Fisioterapis Spesialis.
(2) Fisioterapis Ahli Madya sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf
a merupakan lulusan Program Diploma Tiga Fisioterapi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Fisioterapi Sarjana Sains Terapan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 1 huruf b merupakan lulusan Program Diploma Empat atau Sarjana Terapan
Fisioterapi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Fisioterapis Profesi sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf c
merupakan lulusan Program Profesi Fisioterapi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Fisioterapis Spesialis sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 huruf d
merupakan lulusan Program Spesialis Fisioterapi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Sertifikat Kompetensi Fisioterapis dan STRF
Pasal 4
(1) Fisioterapis untuk dapat melakukan pekerjaan dan praktiknya
harus memiliki STRF.
(2) Untuk dapat memperoleh STRF sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Fisioterapis harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) STRF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh MTKI
dengan masa berlaku selama 5 (lima) tahun.
(4) STRF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Contoh STRF sebagaimana tercantum dalam Formulir I terlampir
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
STRF yang telah habis masa berlakunya dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan.
Bagian Ketiga
SIPF dan SIKF
Pasal 6
(1) Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi
secara mandiri atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(2) Fisioterapis yang menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi
secara mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan Fisioterapis
Profesi atau Fisioterapis Spesialis.
(3) Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan hanya
dapat bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(4) Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus bekerja di bawah pengawasan
Fisioterapis Profesi atau Fisioterapis Spesialis.
(5) Dalam hal tidak terdapat Fisioterapis Profesi atau Fisioterapis
Spesialis, Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan dapat
melakukan Pelayanan Fisioterapi secara berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain yang ada di Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat Fisioterapis Ahli Madya
atau Fisioterapis Sains Terapan yang bersangkutan bekerja.
Pasal 7
(1) Fisioterapis Profesi atau Fisioterapis Spesialis yang melakukan
praktik Pelayanan Fisioterapi secara mandiri dan bekerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib memiliki SIPF.
(2) Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan yang
melakukan pekerjaan Pelayanan Fisioterapi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
wajib memiliki SIKF.
Pasal 8
(1) SIPF atau SIKF diberikan kepada Fisioterapis yang telah memiliki
STRF.
(2) SIPF atau SIKF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(3) SIPF atau SIKF sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk
1 (satu) tempat.
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh SIPF atau SIKF sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8, Fisioterapis harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota dengan melampirkan:
a. fotocopy ijazah yang
dilegalisir;
b. fotocopy STRF;
c. surat keterangan sehat
dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d. surat pernyataan
memiliki tempat kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau tempat praktik pelayanan Fisioterapi secara
mandiri;
e. pas foto berwarna
terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar berlatar belakang merah;
f. rekomendasi dari kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
g. rekomendasi dari
Organisasi Profesi.
(2) Apabila SIPF atau SIKF dikeluarkan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, persyaratan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f tidak diperlukan.
(3) Contoh surat permohonan memperoleh SIPF atau SIKF sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir II terlampir yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Contoh SIPF dan SIKF sebagaimana tercantum dalam Formulir III
dan Formulir IV terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 10
(1) Fisiopterapis warga negara asing dapat mengajukan permohonan
memperoleh SIKF setelah:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
b. melakukan evaluasi dan memiliki surat izin kerja dan izin tinggal
serta persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
c. memiliki kemampuan berbahasa Indonesia.
(2) Fisioterapis Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri dapat
mengajukan permohonan memperoleh SIPF atau SIKF setelah:
a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; dan
b. melakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 11
(1) SIPF atau SIKF berlaku sepanjang STRF masih berlaku dan dapat
diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
(2) Fisioterapis yang akan memperbaharui SIPF atau SIKF harus
mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Pasal 12
(1) Fisioterapis hanya dapat melakukan pekerjaan dan/atau praktik
paling banyak di 2 (dua) tempat kerja/praktik.
(2) Permohonan SIPF atau SIKF kedua dapat dilakukan dengan
menunjukan bahwa yang bersangkutan telah memiliki SIPF atau SIKF pertama.
(3) Dalam keadaan tertentu berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan
dan jumlah Fisioterapis, pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dapat
memberikan SIPF atau SIKF kepada Fisioterapis sebagai izin melakukan pelayanan
Fisioterapis yang ketiga.
(4) SIPF atau SIKF sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya berlaku
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(5) Untuk mengajukan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Fisioterapis selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9, harus juga melampirkan:
a. SIPF atau SIKF yang pertama dan kedua;
b. Surat persetujuan atasan langsung bagi Fisioterapis yang bekerja
pada instansi/Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
c. surat rekomendasi dari dinas kesehatan provinsi setempat.
BAB III
PELAKSANAAN PELAYANAN FISIOTERAPIS
Pasal 13
Fisioterapis yang memiliki SIPF atau SIKF dapat melakukan pelayanan
Fisioterapi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa:
a. puskesmas;
b. klinik;
c. rumah sakit; dan/atau
d. Praktik Fisioterapi mandiri.
Pasal 14
Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mengizinkan
Fisioterapis yang tidak memiliki SIPF atau SIKF untuk melakukan pelayanan
Fisioterapi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan tersebut.
Pasal 15
(1) Fisioterapis yang akan melakukan pelayanan Fisioterapi secara
mandiri harus memenuhi persyaratan sarana, dan peralatan sesuai dengan
kebutuhan pelayanan Fisioterapi.
(2) Sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ruang praktik
yang terdiri dari ruang intervensi, ruang tunggu, dan kamar mandi/WC yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
(3) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. peralatan administrasi berupa meja, kursi, alat tulis kantor,
catatan tindakan fisioterapis dan formulir rujukan;
b. peralatan pemeriksaan sekurang-kurangnya berupa meteran gulung,
goniometer, tensimeter dan stetoskop; dan
c. peralatan intervensi sekurang-kurangnya berupa tempat tidur atau
matras.
Pasal 16
(1) Dalam menjalankan Praktik, Fisioterapis memiliki kewenangan
untuk melakukan pelayanan fisioterapi meliputi:
a. asesmen fisioterapi yang meliputi pemeriksaan dan evaluasi;
b. diagnosis fisioterapi;
c. perencanaan intervensi fisioterapi;
d. intervensi fisioterapi; dan
e. evaluasi/re-evaluasi/re-assessmen/revisi.
(2) Dalam melakukan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
fisioterapis dapat menerima pasien langsung atau berdasarkan rujukan dari
tenaga kesehatan lainnya.
(3) Fisioterapis Ahli Madya hanya dapat memberikan pelayanan
fisioterapi atas dasar prosedur baku sesuai pedoman pelayanan fisioterapi.
(4) Fisioterapis Sarjana Sains Terapan dapat menerima pasie n
langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk memberikan pelayanan gangguan
gerak dan fungsi yang meliputi:
a. pelayanan yang bersifat promotif dan preventif;
b. pelayanan untuk memelihara kebugaran, memperbaiki dan memelihara
postur, dan melatih irama pernafasan
c. pelayanan dengan keadaan aktualisasi rendah dan bertujuan untuk
pemeliharaan; dan
d. pelayanan pada cidera olahraga.
(5) Pemberian pelayanan selain pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) termasuk yang berkaitan dengan pengobatan, penyembuhan dan pemulihan
kesehatan atas rujukan tenaga kesehatan lain, hanya dapat dilakukan oleh
Fisioterapis Sarjana Sains Terapan dengan supervisi fisioterapi profesi atau
fisioterapi spesialis.
(6) Fisioterapis profesi dapat menerima pasien langsung sebagaimana
dimaksud ayat (2) untuk memberikan pelayanan gangguan gerak dan fungsi tubuh
pada organ dan/atau sistem nuromusculer, musculoskeletal, cardiovaskuler dan
respirasi serta integument sepanjang rentang kehidupan.
(7) Fisioterapis spesialis dapat menerima pasien langsung
sebagaimana dimaksud ayat (2) untuk memberikan pelayanan gangguan gerak dan
fungsi tubuh berdasarkan spesialisasinya.
Pasal 17
Pelayanan fisioterapi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
dilaksanakan oleh Fisioterapis dengan memenuhi Standar Profesi Fisioterapis.
Pasal 18
(1) Dalam melaksanakan pelayanan Fisioterapi, Fisioterapis wajib
melakukan pencatatan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan
selama 5 (lima) tahun.
Pasal 19
Dalam melaksanakan pelayanan Fisioterapi, Fisioterapis mempunyai
hak:
a. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan
Fisioterapi sesuai dengan Standar Profesi Fisioterapis;
b. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan/atau
keluarganya;
c. melaksanakan pelayanan sesuai dengan kompetensi;
d. menerima imbalan jasa profesi; dan
e. memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang
berkaitan dengan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 20
Dalam melaksanakan pelayanan fisioterapi, fisioterapi mempunyai
kewajiban:
a. menghormati hak pasien/klien;
b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;
c. menyimpan rahasia pasien/klien sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
d. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien/klien dan
pelayanan yang dibutuhkan dalam lingkup tindakan Fisioterapi;
e. meminta persetujuan tindakan Fisioterapi yang akan dilakukan;
f. membantu program Pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat; dan
g. mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional Fisioterapis.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1) Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, MTKI, dan MTKP melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pekerjaan dan praktik Fisioterapis dengan mengikutsertakan Organisasi Profesi.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan Fisioterapi yang diberikan oleh
Fisioterapis.
Pasal 22
(1) Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melaporkan
Fisioterapis yang bekerja dan berhenti bekerja di Fasilitas Pelayanan
Kesehatannya pada tiap triwulan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
dengan tembusan kepada Organisasi Profesi.
(2) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota wajib melaporkan
Fisioterapis yang bekerja di daerahnya setiap 1 (satu) tahun kepada kepala
dinas kesehatan provinsi.
Pasal 23
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud Pasal
21, Menteri, pemerintah daerah provinsi atau kepala dinas kesehatan provinsi
dan pemerintah daerah kabupaten kota/kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
dapat memberikan tindakan administratif kepada Fisioterapis yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan pekerjaan dan praktik
Fisioterapis dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. pencabutan SIPF dan/atau SIKF.
Pasal 24
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota dapat merekomendasikan pencabutan STRF kepada MTKI terhadap
Fisioterapis yang melakukan pekerjaan dan praktik Fisioterapi tanpa memiliki
SIPF atau SIKF.
(2) Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas
kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai
dengan pencabutan izin Fasilitas Pelayanan Kesehatan kepada pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang mempekerjakan Fisioterapis yang tidak memiliki SIPF
atau SIKF.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
Fisioterapis yang telah memiliki SIPF berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik
Fisioterapis dinyatakan telah memiliki STRF sampai dengan masa berlakunya
berakhir sesuai ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
Pasal 26
(1) Fisioterapis yang bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan
telah memiliki SIPF berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis
dinyatakan telah memiliki SIPF atau SIKF berdasarkan Peraturan Menteri ini
sampai dengan masa berlakunya berakhir.
(2) Fisioterapis yang melaksanakan praktik pelayanan Fisioterapi
secara mandiri dan telah memiliki SIPF berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis,
SIPF yang bersangkutan masih tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya
berakhir.
Pasal 27
(1) Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sarjana Sains Terapan
yang telah melakukan praktik pelayanan Fisioterapi secara mandiri sebelum
diterbitkannya Peraturan Menteri ini, masih dapat melakukan pekerjaannya paling
lama 7 (tujuh) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
(2) Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sarjana Sains Terapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan SIPF berdasarkan Peraturan
Menteri ini.
Pasal 28
Standar Profesi Fisioterapis yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini
dan belum ditetapkan yang baru oleh Organisasi Profesi.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapis; dan
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 376/Menkes/SK/III/2007 tentang
Standar Profesi Fisioterapis,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSU
Sumber: http://ozhanphysio.blogspot.co.id/2014/03/permenkes-ri-no-80-tahun-2013-tentang.html?m=1
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2013/bn1536-2013.pdf
Umri Barokah/ P27226017044
Komentar
Posting Komentar